Foto bersama di akhir acara Pentas Seni dan Perpisahan. Foto: Ist
PRIHATIN akan nasib pendidikan kampung halamannya, membuat Seri Mahbengi berkeinginan “pulang kampung” untuk melakukan apa yang ia bisa guna meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak di desanya. Bak gayung bersambut, program studi tempat ia menimba ilmu menawarkan program mata kuliah magang. Seri tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. “Inilah jalan yang diberikan Tuhan untuk saya mengabdi ...”, pikirnya.
Tanpa perlu komando, gadis yang saat ini melaksanakan pendidikan di semester 7 Program Studi Antropologi Universitas Malikussaleh segera mempersiapkan segala persyaratan yang ditetapkan prodi. Tak luput, ia juga mengajak seorang teman lainnya yang juga berkuliah sama, Surpati Aini, untuk ikut serta magang di sekolah desanya. SD Negeri Rusip menjadi tujuan. Sekolah itu terletak di kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah. Saat ini, desa Rusip hanya memiliki akses pendidikan untuk tingkat TK, SD dan SMP. Jika ingin melanjutkan ke jenjang SMA, anak-anak Rusip harus menempuh jarak sekitar 45 KM. Bersebab akses, sangat jarang kita menemukan warga Desa Rusip yang memiliki ijazah SMA.
Surpati sendiri berasal dari Desa Kenawat, Kecamatan Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah. Walau berbeda kabupaten, secara kultural Aceh Tengah dan Bener Meriah memiliki simpul budaya yang sama, toh Bener Meriah merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah sebelumnya. Bagi Supati, walaupun Rusip bukan kampung asalnya, ikatan kebudayaan Gayo menjadi alasan mengiyakan ajakan sahabatnya, Seri Mahbengi. Lecut semangat tumbuh menyeruak di dada kedua gadis ranum itu.
Tanggal 13 September 2021 adalah hari pertama magang. Seperti biasa, seremonial saling kenal adalah hal lumrah pertama dilakukan ketika berada di tempat baru. Setelah hari itu, agenda mengajar dan berbagi ilmu baru dilaksanakan. Hingga suatu ketika, tepatnya tanggal 22 September 2021, kala itu ada agenda penting di luar sekolah yang memaksa semua guru di sekolah itu harus ikut serta, kecuali mahasiswa yang magang. Pilihannya, semua anak-anak di suruh pulang atau tetap di sekolah dengan catatan kedua mahasiswa magang ini bersedia menghandle kegiatan belajar mengajar hari itu. Sebenarnya, bukan hal aneh di sekolah-sekolah yang jauh dari perhatian jika ada libur mendadak seperti itu. Orang tua mereka sudah maklum dan tidak lagi timbul tanya.
Dua mahasiswa magang itu menyanggupi pilihan yang kedua. Karena hanya berdua, sementara mereka harus mengelola beberapa kelas, maka mereka berinisiatif untuk menggabungkan seluruh siswa dalam satu kelas, lagian pun jumlah mereka keseluruhan tidak terlalu banyak, hanya 36 siswa. Dalam diskusi dan sharing itu, tiba-tiba seorang siswa bertanya “Ibu.. kita kapan ada buat acara, semacam perlombaan gitu, Buk? Di sekolah-sekolah lain sering mengadakan kegiatan di sekolah atau mereka mengikuti perlombaan”. Dalam riuh reda suasana kelas, siswa-siswi lain juga ikut mengiyakan apa yang diutarakan temannya. Memang terkesan sederhana, namun pertanyaan siswa lama menggelantung memenuhi isi kepala Seri dan Surpati. Bisa jadi, “kegiatan sekolah” atau “ikut lomba” adalah hal yang selama ini diimpikan. Namun masih saja tetap menjadi mimpi, hingga mereka mengutarakannya.
“Oke, kita akan segera buat kegiatan...!” jawab Seri setelah beberapa saat bergelut dengan alam pikirnya sendiri. “Horeee.... makasih, bukkk ...” jawab mereka senang dengan rinai senyum bahagia yang tak dapat disembunyikan. Dengan segala keterbatasan, Seri Mahbengi bersama Surpati akhirnya berinisiatif mengadakan acara pentas seni untuk para siswa di sekolah itu. Merawat semangat yang telah ada adalah keniscayaan yang harus dilakukan! Pikir mereka.
Acara pentas seni yang digelar sekalian dengan acara perpisahan magang. Para siswa begitu semangat mengikuti latihan dan berbagai persiapan lainnya. Hampir setiap hari mereka latihan. Ada yang latihan menari, membaca puisi, paduan suara, mengaji dan shalawat. Pengelola sekolah juga setuju dan mendukung dengan acara yang telah digagas. Hingga tibalah hari acara digelar, tepatnya Jumat, tanggal 29 Oktober 2021.
Para siswa unjuk kebolehan di beragam seni yang dipilihnya. Ibu Syalmiah, S.Pd.I, Bendahara sekolah SD Rusip dalam sambutannya sangat mengapresiasi semangat para siswa dan berterima kasih kepada mahasiswa magang yang telah berinisiatif mewujudkan mimpi anak-anak yang selama ini terpendam. Ternyata, penampilan para siswa sangat memukau di tengah keterbatasan yang mereka miliki. Mereka mampu bershalawat dengan merdu, berpuisi dengan apik, bahkan menampilkan seni tari bak penari profesional di panggung-panggung besar. Hanya saja, selama ini saluran untuk itu tak mereka temukan.
Selesai acara, nampak wajah-wajah puas itu berbinar. Walaupun ini acara perdana, namun semua kegiatan yang direncanakan berjalan baik dan sukses. Di akhir acara perpisahan, Seri Mahbengi dan Surpati menyampaikan bahwa manfaat kegiatan ini adalah untuk melatih mental para siswa, mengasah kemampuan mereka, mempererat silaturahmi, serta mencegah kebosanan para peserta didik yang hanya menggeluti hal yang sifatnya monoton.
“Semoga kegiatan seperti ini tetap diadakan oleh pihak sekolah saban tahun”, tutupnya.
Apa yang dilakukan Serimahbengi dan Surpati mengingatkan kita akan pesan Shane Lopez, penulis buku Making Hope Happen, “harapan selalu memiliki kekuatan untuk mengubah masa”. Masa depan negeri ini ada di tangan anak-anak bangsa. Selempang semangat harus diikat kuat di jiwa dan jasad mereka agar negeri ini menemukan kebaikan dalam setiap masanya.[Iromi Ilham]