Lhokseumawe - Mahasiswa Magister Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh menanggapi tentang program Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur yang nantinya akan menjadi sebagai Panu-panu dunia.
“Kalimantan saat ini tidak relevan lagi disebut sebagai paru paru dunia, tapi panu panu dunia, iya kan banyak lubang bekas tambang dan pengrusakan secara legal masif dan terorganisir terus berjalan, bahkan ada dugaan pemindahan sengaja dilakukan untuk menutupi lubang dengan biaya lain,” kata Faizul, dalam diskusi kuliah tamu membahas soal Mitigasi Potensi dan Kerawanan Sosial Budaya pada Proses Pembangunan IKN, Sabtu, (27/5/2023) Sore. Pernyataan mahasiswa soal Panu-panu dunia dibenarkan oleh data yang dipaparkan oleh Pemateri Dr. Silviana Purwanti Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Mulawarman Samarinda Kalimantan Timur. “Boleh juga itu slogannya, nyatanya memang begitu kan, banyak lubang bekas tambang sudah menelan banyak korban anak-anak,” kata Silviana dalam agenda kuliah tamu yang diinisiasi oleh Dr Ibrahim Chalid. Menurut Silviana, harus ada upaya untuk meningkatkan kualitas SDM lokal penduduk setempat, Masyarakat lokal perlu dibekali program pemberdayaan masyarakat (community empowerment program), pelibatan peneliti dan pemerhati sosial dapat berkontribusi dalam perencanaan, penelitian dan program pengembangan masyarakat perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya masalah sosial, ekonomi dan budaya. “Serta akses terhadap teknologi juga perlu ditingkatkan pada penduduk lokal IKN dan di luar IKN,” sebut Silviana. Data dari Mantalean 2022, menyebutkan, Aliansi Penduduk Adat Nusantara memperkirakan 200.000 lebih yang terdiri dari 19 komunitas adat di Penajam Paser Utara dan dua kelompok adat di Kutai Kartanegara akan menjadi korban pembangunan IKN. Semuanya ada dampak, Proses terjadinya vicious circle ini dikarenakan gagalnya anggota masyarakat dalam mempertahankan budaya lama (virtuous circle yang ada) kemudian membentuk nilai- nilai budaya baru (virtual circle baru) yang sesuai dengan kebutuhan. “Kesenjangan dapat terjadi dalam banyak hal, baik akibat perbedaan kualitas SDM yang menyangkut keterampilan (skill), pendidikan, kondisi ekonomi, dan keberpihakan pemerintah,” ungkap Ibrahim Chalid.[tmi]